Sabtu, 18 April 2020

Kaligrafi Peninggalan Islam

Gadis Rantau
Kaligrafi adalah seni menulis indah. Seni kaligrafi berkembang pada zaman kebudayaan madya. Kaligrafi berwujud tulisan indah yang merupakan komposisi huruf-huruf Arab yang biasanya merupakan rangkaian ayat-ayat suci dalam Al-quran. Rangkaian tersebut disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu gambar atau ukiran yang indah. Kaligrafi biasanya dipahatkan pada dinding masjid, batu nisan, gapura, keraton, seperti pada di Keraton Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon.

Kaligrafi biasanya diambil dari ayat-ayat suci Al Quran. Kaligrafi digunakan sebagai hiasan dinding masjid, batu nisan, gapura masjid dan gapura pemakaman. Batu nisan pertama yang ditemukan di Indonesia adalah batu nisan pada makam Fatimah binti Maimun di Leran, Surabaya. Sedangkan kaligrafi pada gapura terdapat di gapura makam Sunan Bonang di Tuban, gapura makam raja-raja Mataram, Demak, dan Gowa. Beberapa peninggalan berupa kaligrafi lainnya antara lain sebagai berikut.

1. Kaligrafi Dewa Ganesha di Cirebon.
Kaligrafi Dewa Ganesha di Cirebon bebentuk lukisan pada kaca. Sebelum lukisan kaca dikenal di Cirebon, masyarakat Cirebon memakai media kayu, kulit, maupun kain. Ketika kaca mulai dipakai, tema yang banyak muncul adalah tema-tema wayang dengan kaligrafi Islam dengan harapan mampu menyampaikan nilai-nilai Islami kepada masyarakat melalui simbol-simbol pewayangan.
Lukisan kaca sendiri mengandung berbagai filosofis-filosofis yang menyangkut religi dankepercayaan, fungsi sebagai azimat pun masih dipercaya di beberapa kalangan masyarakat Cirebon. Sebagai contoh adalah lukisan kaca dengan obyek Ganesha, dipercaya sebagai penolak bala dan biasanya dipasang di bagian depan rumah. Gambar dua gajah yang satu membawa pedang dan satunya lagi membawa gada.

2. Kaligrafi pada Makam Sunan Malik Al Saleh.
Malik al-Salih merupakan pendiri kerajaan Islam pertama di nusantara, yaitu Samudera Pasai pada tahun 1267. Nama aslinya adalah Meurah Silu. Selain dikenal sebagai pendiri dan raja pertama dari Kesultanan Samudera Pasai, Malik al-Saleh juga merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah nusantara dan Asia Tenggara pada abad ke-13 M. Karena pengaruh kekuasaan yang dimiliki Sultan Malik al-Saleh, Islam bisa berkembang luas di wilayah nusantara hingga ke negeri-negeri lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Pada masa pemerintahan Malik al-Saleh, Samudera Pasai memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Tanah Air. Samudera Pasai banyak mengirimkan para ulama serta mubaligh untuk menyebarkan agama Islam ke Pulau Jawa. Selain itu, banyak juga ulama Jawa yang menimba ilmu agama di Pasai. Salah satunya adalah Syekh Yusuf-seorang sufi dan ulama penyebar Islam di Afrika Selatan yang berasal dari Makassar.

Kaligrafi yang ditemui pada makam-makam Aceh Darussalam abad ke-14 sampai abad ke-18 dituliskan dalam 5 jenis kaligrafi; Naskhi, Tsuluts, Thuluts, Kufi, Figural. dan Samar. Perkembangan kaligrafi di Nusantara, khususnya di Aceh telah mendapatkan pengaruh yang besar dari luar. Banyaknya ditemukan kaligrafi Tsulust pada makam-makam didiga kuat dipengaruhi oleh kalegrafi Islam dari Turki, India, dan Persia

3. Kaligrafi pada makam Maulanan Malik Ibrahim.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota Gresik, Jawa Timur. Ada sejumlah versi tentang asal usul Syeikh Maghribi, sebutan lain bagi Sunan Gresik itu. Ada yang mengatakan ia berasal dari Turki, Arab Saudi, dan Gujarat (India). Sumber lain menyebutkan ia lahir di Campa (Kamboja).

Maulana Malik Ibrahim diminta ayahnya, Barebat Zainul Alam, agar merantau, berdakwah ke negeri selatan. Maka, bersama 40 anggota rombongan yang menyertainya, Malik mengarungi samudera berhari-hari. Mereka kemudian berlabuh di Sedayu, Gresik. Rombongan Malik kemudian menetap di Desa Leran, Ketika itu, Gresik berada di bawah Kerajaan Majapahit.

Tiba di Gresik Syeikh Malik kemudian juga dikenal sebagai Sunan Gresik. Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.

Dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur. Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:

“Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah".